SISTEM PEMILIHAN UMUM DI INDONESIA – Dr. Wilma Silalahi, S.H., M.H.

Rp140,000

Deskripsi

Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Makna “kedaulatan berada di tangan rakyat” adalah bahwa rakyat memiliki kedaulatan, tanggung jawab, hak, dan kewajiban untuk secara demokratis memilih pemimpin yang akan membentuk pemerintahan guna mengurus dan melayani seluruh lapisan masyarakat, serta memilih wakil rakyat guna mengawasi jalannya pemerintahan. Lebih lanjut, perwujudan kedaulatan rakyat tersebut dilaksanakan melalui pemilu, yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Pemilu merupakan sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, Presiden dan Wakil Presiden, serta untuk memilih anggota DPRD. Selain itu, juga untuk memilih calon kepala daerah, yaitu Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota. Penyelenggaraan pemilu dilaksanakan dengan tujuan guna mendapat dukungan kuat dari rakyat sehingga mampu menjalankan fungsi kekuasaan pemerintahan negara dalam rangka tercapainya tujuan nasional sebagaimana amanat Pancasila dan Pembukaan UUD 1945.

Sebagai negara demokrasi, pemilu dan demokrasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam sistem pemerintahan. Negara-negara demokrasi, dalam sistem pemerintahannya, proses pergantian kekuasaan atau pemangku kepentingan dilaksanakan melalui pemilu. Pemerintahan demokratis merupakan pemerintahan yang semua warga negaranya memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah sistem pemerintahan dan tata kehidupan bermasyarakat. Negara demokrasi mengizinkan semua warga negara berpartisipasi, baik secara langsung atau melalui perwakilan, dalam perumusan, pengembangan, termasuk dalam pembuatan hukum.

Demokrasi dan hukum tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain dan saling memengaruhi, bahwa dalam demokrasi harus ada hukum, dengan pengertian bahwa negara hukum berfungsi dalam rangka mencegah kesewenang-wenangan. Selanjutnya, dalam negara hukum juga memerlukan demokrasi agar hukum itu sendiri bersifat responsif, mengedepankan kepentingan rakyat. Demokrasi membutuhkan hukum dalam menentukan aturan main, koridor yang harus ditaati dan dijalankan bersama dalam implementasinya. Sebagai negara demokrasi ditentukan bahwa “kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Norma tersebut memberi makna bahwa negara Indonesia menganut prinsip demokrasi konstitusional atau demokrasi yang dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Dengan demikian, apabila dihubungkan antara prinsip demokrasi dan konsepsi negara Indonesia sebagai negara hukum, maka Indonesia menganut prinsip negara demokrasi yang berdasar atas hukum (democratische rechtsstaat) yang terdiri atas prinsip kedaulatan rakyat (democratie) dan kedaulatan hukum (nomocratie) yang bersifat saling mendukung dan melengkapi.

Pemilu merupakan salah satu HAM yang sangat prinsipil. Oleh karena itu, adalah merupakan suatu pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia apabila pemerintah tidak melaksanakan pemilu, artinya pemilu menjadi suatu keharusan yang harus dilaksanakan oleh pemerintah untuk memenuhi hak asasi warga negara. Setiap warga negara memiliki hak untuk ikut serta dalam pemilu yang juga disebut ‘hak pilih’, baik hak pilih aktif (hak memilih) maupun hak pilih pasif (hak dipilih). Hak pilih aktif ini adalah hak warga negara untuk memilih wakil-wakilnya dalam suatu pemilu. Hak ini diberikan oleh pemerintah kepada setiap warga negara yang memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan dalam undang-undang pemilu. Sedangkan hak pilih pasif adalah hak warga negara untuk dipilih menjadi peserta pemilu maupun pilkada, baik dalam pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, serta anggota DPRD maupun untuk memilih pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur, pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati, serta pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota.

Hak pilih diberikan kepada setiap warga negara yang telah memenuhi syarat sebagaimana yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian, prinsip dasar kehidupan bernegara yang demokratis adalah setiap warga negara berhak ikut aktif dalam proses politik. Pelaksanaan pemilu, yang salah satu tujuannya adalah untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk di parlemen dan pemerintahan, dan juga dalam rangka terlaksananya pemerintahan yang benar-benar dikehendaki oleh rakyat sebagaimana amanat Pasal 22E UUD 1945. Pemilu bukan hanya untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk di parlemen dan pemerintahan, namun juga memilih program-program yang ditawarkan yang akan berpihak pada pembangunan, kesinambungan negara, dan mensejahterakan rakyat. Sehingga, rakyat bebas memilih siapa wakilnya yang akan duduk dalam pemerintahan.

Pemilu merupakan pesta demokrasi yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia dan diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Sifat mandiri ini mencerminkan bahwa wilayah kerja dan tanggung jawab KPU sebagai penyelenggara pemilu yang mencakup seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sementara, sifat tetap menunjukkan KPU sebagai lembaga yang menjalankan tugas secara berkesinambungan meskipun dibatasi oleh masa jabatan tertentu. Selanjutnya, sifat mandiri menegaskan bahwa KPU dalam menyelenggarakan dan melaksanakan pemilu bebas dari pengaruh pihak manapun.

Dalam penyelenggaraan pemilu, tidak terlepas dari pelanggaran pemilu, sengketa proses pemilu, dan tindak pidana pemilu. UU 7/2017 membagi pelanggaran dan sengketa pemilu ke dalam 6 (enam) jenis, yaitu: pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu, pelanggaran administratif pemilu, sengketa proses pemilu, sengketa Tata Usaha Negara Pemilu, tindak pidana pemilu, dan perselisihan hasil pemilu. Persoalan yang muncul dalam pelaksanaan pemilu dan pilkada baik berupa pelanggaran, sengketa, maupun terkait dengan perselisihan hasil suara telah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Beberapa lembaga yang memiliki kewenangan untuk menyelesaikan persoalan terkait dengan pelaksanaan pemilu dan pilkada, yaitu: Bawaslu, Mahkamah Agung, DKPP, PTUN, Mahkamah Konstitusi.

Berbicara mengenai penyelenggaraan pemilu di Indonesia tidak terlepas dari penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh berbagai elemen, baik oleh penyelenggara pemilu, peserta pemilu, lembaga penyelesaian sengketa, maupun masyarakat luas. Suatu pemilu yang tidak berintegritas dapat mengakibatkan malpraktik pemilu. Penyelenggaraan pemilu yang selama ini sudah dilaksanakan oleh bangsa Indonesia tidak terlepas dari berbagai persoalan dan permasalahan. Untuk itu dalam penyelenggaraan pemilu-pemilu kedepannya perlu berkaca pada penyelenggaraan pemilu-pemilu yang sudah berlangsung, terutama terkait dengan potensi masalah, sepertinya terkait dengan kecurangan, kekurangan logistik, masalah DPT, gesekan antar pendukung calon, hingga korban jiwa yang diakibatkan oleh sistem yang cacat.

Dalam sistem penyelenggaraan pemilu, yang mempunyai peran bukan hanya 1 pemeran, namun dibutuhkan peran-peran lainnya. Ibarat suatu sinetron, dibutuhkan semua peranan mulai dari produser, sutradara, aktor, dan lain-lain, termasuk penonton dan pihak lainnya. Begitu juga dalam penyelenggaraan suatu pemilu, dibutuhkan peran dari penyelenggara pemilu, kontestan, unsur pemerintah pusat dan daerah, aparat keamanan, peran penyelesai penyelenggara pemilu, media, partisipasi masyarakat, dan unsur-unsur lainnya. Pelaksanaan pemilu 2024 yang akan dilaksanakan secara serentak antara pemilu anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, anggota DPRD yang akan dilaksanakan dalam satu waktu, yaitu pada 14 Februari 2024 dan beberapa waktu setelahnya akan dilaksanakan pemilihan kepala daerah, yaitu perkiraan pada 27 November 2024. Hal ini sebagaimana yang telah diputus oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUU-XVII/2019, bertanggal 26 Februari 2020, yang dalam pertimbangan hukumnya mempertimbangkan bahwa, melalui penelusaran kembali original intent perihal pemilihan umum serentak, keterkaitan antara pemilihan umum serentak dalam konteks penguatan sistem pemerintahan presidensial, dan menelusuri makna pemilihan umum serentak dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013, terdapat sejumlah pilihan model keserentakan pemilihan umum yang tetap dapat dinilai konstitusional berdasarkan UUD 1945. Dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemilu dan pilkada yang akan dilaksanakan secara serentak pada tahun 2024, karena tahapan antara pemilu yang dimulai tahun 2022 serta tahapan pilkada akan dimulai tahun 2022, sehingga akan ada irisan tahapan pada tahun 2024, walaupun pelaksanaannya ada jarak sekitar 9 (sembilan) bulan pada tahun 2024. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan perencanaan dan antisipasi yang kuat dari penyelenggara pemilu (KPU, Bawaslu, dan DKPP).

Selamat membaca, semoga buku ini dapat bermanfaat buat banyak pihak.

  • Penulis: Dr. Wilma Silalahi, S.H., M.H.
  • ISBN: 978-623-372-741-9
  • Halaman: 350
  • Ukuran: 15 x 23 cm
  • Tahun Terbit: 2022

Review

Belum ada ulasan.

Be the first to review “SISTEM PEMILIHAN UMUM DI INDONESIA – Dr. Wilma Silalahi, S.H., M.H.”

Pin It on Pinterest

Share This